This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 28 Februari 2015

Galakkah aku??

Masih ingatkah kita pada suatu hari? Hari dimana kita menantinya selama sembilan bulan lebih dengan penuh doa dan harapan. Hari disaat kita melahirkan seorang bayi mungil nan lucu. Wajahnya yang polos…tatapan matanya yang penuh keteduhan…suara tangisnya yang teramat syahdu seolah melebur seluruh peluh yang kita rasakan selama mengandungnya. Serasa melenyapkan seluruh rasa perih tatkala melahirkannya. Hari itu hari terbahagia bagi kita, seorang ibu.
Waktu pun berlalu begitu cepat, hari berganti hari bulan berganti bulan ia tumbuh menjadi bayi yang lucu. Tingkahnya, tawanya bahkan tangisnya pun terkadang membuat kita selalu merindukannya. Hingga akhirnya bayi kita tumbuh menjadi seorang anak. Ia semakin pandai mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya. Tak sekedar dengan ucapan tapi juga tangisan, teriakan bahkan amukan ia lakukan demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Lantas apakah kita masih seperti yang dulu? Menikmati apa yang ia lakukan dengan senyuman dan kesabaran? Ataukah saat ini kita telah berubah menjadi seorang ibu super proteksi, membatasi setiap ruang gerak anak kita?
Wahai para ibu, dulu engkau lahirkan anakmu dengan penuh haru dan kini engkau ingin merobek jiwanya dengan sifat kasarmu?? Ada apa denganmu? Relakah kita mendapat gelar “Ibu galak” dari darah daging kita sendiri?? Sungguh kita tidak akan pernah mau menerima gelar itu.
Mengapa Harus Galak?
Pernah menguji masakan yang kita masak apakah benar-benar lezat ataukah sekedar berasa standart saja? Lidah siapa yang kita gunakan untuk mencicipi masakan kita agar hasilnya lebih objektif? Tentu kita akan meminta orang lain merasakan masakan kita, apakah memang benar-benar lezat atau masih ada rasa janggal di lidah. Demikian halnya dengan sikap yang kita lakukan pada anak sehari-hari. Kita tidak akan bisa menilai dengan objektif bahwa diri kita ini bukan “ibu galak” bagi anak kita. Justru anak kita lah yang mampu merasa dan mengambarkan bagaimana diri kita selama mendidik dan merawatnya.
Tanpa kita sadari, lisan kita begitu mudah mengeluarkan kalimat hinaan dan cacian pada anak. Menghardiknya, menganggapnya seolah hanya makhluk kecil yang tidak memiliki hak untuk didengar suaranya. Bahkan kita pun menjatuhkan sebuah pukulan padanya. Menyesalkah kita? Ya, biasanya tatkala malam datang dan anak kita mulai terlelap dalam mimpinya kita akan menghampirinya seolah ingin membangunkan dan mengatakan “Maafkan Ibu, Nak. Ibu sebenarnya sayang sekli padamu”. Kendati demikian kita pun mengulangi hal serupa lagi di keesokan harinya, menjadi ibu galak.
Seorang ibu galak biasanya pernah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari orangtuanya dahulu. Masa lalu yang dipenuhi dengan kekerasan, cacian dan hinaan akan terekam kuat di dalam memori otaknya. Hingga pada akhirnya memori itu akan menyala secara otomatis. Artinya ia akan menerapkan hal serupa pada anaknya seperti apa yang ia peroleh dulu dari orangtuanya. Relakah kita menjadi sebab anak-anak kita kelak melakukan hal yang sama? Mengapa kita tidak memilih mendidiknya dengan penuh kelembutan, cinta dan kesabaran hingga anak keturunan kita kelak pun akan terdidik dengan hal yang serupa. Mari kita berbenah, mengapa kita harus galak.
Ibuku Memang Galak
Bagaimana rasanya bila suatu hari kita mendengar pengakuan dari anak kita “Ibu galak!! Aku gak suka sama ibu.” Terasa melemah tulang persendian kita. Mengapa anak kita sendiri mengatakan hal itu, padahal apa yang kita lakukan selama ini demi kebaikannya. Tapi itulah faktanya. Versi anak, kita memang galak. Saatnya mengoreksi diri kita masing-masing apakah kita memang galak menurut anak?
Kita galak karena kita sering memaksa anak menyukai sesuatu yang sebenarnya sangat ia benci. Ia ingin memakai baju warna biru, tapi kita paksa ia agar memakai baju warna merah dengan alasan lebih bagus. Padahal ia sama sekali tak suka dengan warna merah. Ia memiliki kesukaan warna sendiri tidak harus sama dengan kita. Kenapa kita memaksanya?
Kita galak karena kita sering mengatakan padanya “Berhenti!!!”, “Jangan!!” dan “Tidak boleh”. Semakin sering kita mengatakan hal itu maka semakin tertanam di hati anak bahwa kita adalah sosok yang galak. Mengapa demikian? Karena anak merasa selalu dibatasi dan dilarang, padahal fitroh seorang anak kecil adalah ingin mencoba dan mengetahui banyak hal. Lantas apakah kita membiarkan anak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya? Tentu saja tidak. Kita bisa menggunakan bahasa yang lain dengan hakikat yang sama. Misalnya anak kita bermain di air genangan hujan yang kotor, cukup katakan “Adik, suka ya main di air? Coba dilihat airnya itu bersih nggak ya, kalau kotor adik harus segera cuci tangan sebelum kuman-kumanya pindah ke tangan adik.” Simple, tak terlihat unsur melarang.
Kita memang galak, beberapa kali kita lontarkan kalimat ancaman pada anak, menakut-nakuti anak manakala ia tidak melakukan apa yang kita perintahkan. Membandingkan anak dengan orang lain dan menuntut anak berprestasi di luar batas kemampuannya. Padahal anak kita tak mugkin sama dengan siapa pun. Jadi, kita memang galak versi anak.
Redam Karakter Galak
Lambat tapi pasti anak kita akan tumbuh menjadi dewasa. Saat hari itu tiba kita akan merindukanya, merindukan “kenakalan” anak kita. Namun kita tak akan mampu memutar ulang waktu. Hari itu anak kita akan sibuk dengn dunia baru, pekerjaan dan keluarganya. Saat itu tiba, kita baru menyadari dan menyesali bahwa kita belum mampu menanam benih kecintaan untuknya. Hingga kita pun tak bisa memanen kebahagian di hari itu. Apakah kita akan membiarkan hal itu terjadi? Tentu saja tidak. Kita harus meredam karakter galak yang melekat pada diri kita, sekarang juga.
Hindari amarah, berwudhu dan menjauh dari anak saat ia melakukan hal-hal yang mudah memancing emosi kita. Tahanlah lisan kita, pahami bahwa seorang anak memang memiliki karakter yang unik. Anak bukan miniatur orang dewasa yang harus bertingkah laku selayaknya orang dewasa. Anak tetaplah anak. Sadarkah kita wahai para ibu, kita bisa pandai mendidiknya tak lain adalah karena ulah anak-anak kita sendiri. Merekalah sesungguhnya guru kita. Merekalah yang menjadikan kita terampil dalam bersikap.
Saatnya menyadari bahwa anak adalah amanah dari Allah. Amanah yang wajib kita jaga lahir dan batinnya. Tak boleh kita lukai dengan alasan apapun juga. Akan tiba saatnya kita harus mempertanggungjawabkan semua itu di hadapan Allah. Apa jawaban kita kelak, apakah kita akan menjawab bahwa kita melakukan itu karena kita sayang padanya? Sungguh tidak ada yang akan luput dari pengawasan Allah.
Edisi menghakimi diri.....


Kau...takkan tergantikan selamanya

Siang itu, sms mendarat di ponselku..
"Kami dari RS..menginfokan bahwa mulai besok tanggal...Anda bisa bergabung dan bekerja di RS kami, Terimakasih"
Senang? Tentu saja..karena kupikir inilah saatnya aku menajamkan kembali ilmuku. Toh tak ada yang salah dengan pekerjaan ini. Aku hanya akan melayani sesama wanita dan makhluk baru yang super lucu.
Berbekal izin dan ridho kekasih hati, kumantapkan diri...
"Aku akan kembali bekerja seperti saat aku belum berstatus menjadi seorang istri"
Dia, mengantarkanku ke RS itu. Dia berpesan agar aku senantiasa menjaga diri, kapan dan di manapun. Sementara si mungil cantik yang kala itu berusia 18 bulan kutitipkan bersama dengan kakak perempuanku. Segudang harapan tertumpuk dalam benak, aku akan berjuang membantu kaumku dan aku pun pasti bisa membagi waktuku dengan suami dan putri kecilku.
Satu jam berlalu tanpa ada aral melintang. Kudampingi seorang wanita yang berada dalam sebuah ruangan. Kami bersiap untuk berjuang dalam suatu fase yang amat sangat dirindukan semua wanita. Fase itu tak lain adalah persalinan.
Kuamati lembar kemajuan persalinan, saat itu pembukaan masih 4 dengan kondisi mulut rahim tipis dan kepala sudah masuk panggul, serta his yang adekuat. Perkiraanku hanya butuh waktu 2-3 jam ia akan segera melahirkan sang bayi.
Tiba-tiba ponselku berdering...
Dan terdengar suara dari seberang sana yang mengabarkan bahwa aku akan segera dijemput PULANG.
Hah??
Ya, aku harus pulang...karena putri kecilku menangis tiada henti hinga ia nyaris kehilangan suara dan tak lagi meneteskan air mata. Bahkan sampai terlihat sesak nafas.
Kala itu, egoku muncul...
Kenapa gak dihibur?
Kenapa gak diajak jalan-jalan?
Kenapa kakakku tidak bisa mendiamkan anakku?? Bukankah ia jg wanita? Bukankah sangat mudah bagi wanita untuk mendiamkan seorang anak kecil??
Namun, suara di seberang sana tak mau lagi mendengar jawabanku. Ia yang akan langsung menghadap Direktur RS dan ia memintaku bersiap karena 15 menit lagi ia akan sampai di RS ini.
Layu dan lemah rasanya tubuh ini. Aduhai, ini hari pertamaku kembali berkarir, ups bahkan jam pertamaku berada di RS. Kenapa aku harus menyudahinya secepat kilat??
Kuberanikan diri menghadap teman sejawatku dan kusampaikan apa adanya, bahwa aku HARUS pulang.
--------------------------------------------------------------------
Dari luar pagar...
Kudengar jelas rintihan kecil dari putri mungilku...bergegas kucuci kedua tanganku dan menghambur ke arah suara itu...
Dan....
Anakku tersenyum, aku tak bisa memaknainya...
Katanya ia menangis tiada henti? Katanya ia sesak nafas? Katanya ia sulit didiamkan??
Ternyata??
Hanya dengan melihat wajahku, belum jua kusentuh dan kupeluk tubuh mungilnya...hilang sudah apa yang ia rasakan tadi. Ia tersenyum meski berat karena pengaruh isaknya. Ia mengulurkan kedua tangannya padaku, dan hanya ingin berada dalam pelukkanku
Duh Gusti...
Sebegitu berhargakah aku baginya??
Sebesar inikah ia membutuhkanku??
Betapa bodohnya aku, menukar semua ini dengan lembaran-lembaran uang yang pada hakikatnya akan musnah dalam sekejap!!
Kupandangi ia yang teramat tenang dalam dekapanku, ku kecup keningnya...ku bisikkan...
"Kau, tak kan terganti selamanya"

Sukses itu Ga Instan

Tidak Ada Jalan Pintas
Keberhasilan tak diperoleh begitu saja. Ia adalah buah dari pohon kerja keras yang berjuang untuk tumbuh. Jangan terlalu berharap pada kemujuran.
Apakah kita tahu apa itu kemujuran? Apakah kita dapat mendatangkan kemujuran sesuai keinginan kalian? Padahal kita tahu, kita tak selalu mampu menjelaskan dari mana datangnya.
Sadarilah bahwa segala sesuatu berjalan secara alami dan semestinya. Layaknya proses mendaki tangga, kita melangkahkan kaki melalui anak tangga satu per satu.
Tak perlu repot-repot membuang waktu untuk mencari jalan pintas, karena memang tak ada jalan pintas. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati.
Untuk apa berhasil jika kita tak merasa puas?
Hargailah setiap langkah kecil yang membawa anda maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.
Amatilah jalan lurus. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kita yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus.
Ketahuilah, jalan yang tepat itu adalah jalan yang menuntun kita menjadi diri kita sendiri.


Jumat, 27 Februari 2015

DIBALIK KETIDAKTAHUAN KITA

Nabi NUH belum tahu Banjir akan datang, ketika ia membuat Kapal dan ditertawai Kaumnya...
Nabi IBRAHIM belum tahu akan tersedia Domba, ketika Pisau nyaris memenggal Buah hatinya...
Nabi MUSA belum tahu Laut terbelah, saat dia diperintah memukulkan tongkatnya...
Yang Mereka Tahu adalah bahwa Mereka harus Patuh pada Perintah ALLAH dan tanpa berhenti Berharap
yang Terbaik...
Ternyata dibalik KETIDAKTAHUAN kita, ALLAH telah menyiapkan Kejutan !!!
SERINGKALI Allah Berkehendak didetik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba2NYA...
JANGAN kita berkecil hati, saat sepertinya belum ada jawaban doa kita...
Karena, kadang ALLAH mencintai kita dengan cara-cara yang kita tidak duga dan kita tidak suka...
ALLAH memberikan apa yg kita BUTUHkan, bukan apa yg kita INGINkan...!!!
LAKUKAN bagianmu saja, dan biarkan
ALLAH akan mengerjakan bagianNYA...
Tetaplah Percaya...
Tetaplah Berdoa...


TUJUH HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM BERUMAH-TANGGA

Kami percaya bahwa pernikahan adalah komitmen bersama antara dua individu. Kebahagiaan sebuah rumah tangga tidak ditentukan oleh seorang istri, juga tidak dikendalikan oleh seorang suami, tetapi oleh keduanya. Suami dan istri adalah sepasang sepatu yang harus berjalan beriringan dan berdampingan… Meski keduanya melangkah dengan cara dan gaya yang berbeda, tetapi memiliki satu tujuan yang sama. Cara berjalan yang baik tidak ditentukan oleh kaki mana yang paling banyak menopang atau menumpu, kan? Seperti sepasang sepatu yang saling melengkapi, masing-masing pihak dalam rumah tangga memiliki perannya masing-masing… Dan perlu diingat, keduanya sama-sama penting
Kami percaya bahwa kami akan memiliki pernikahan yang lebih baik, keluarga yang bahagia, dan kualitas kehidupan yang dipenuhi keberkahan, jika masing-masing kami menjadi individu-individu yang berusaha menjadi lebih baik setiap harinya—tentu dengan saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Bagaimana caranya? Setiap hari kami berlatih untuk menghindari tujuh hal berikut ini :
Pertama, saling membicarakan di belakang. Dalam kondisi apapun, kami selalu berusaha untuk tidak membicarakan pasangan tanpa sepengetahuannya, bahkan termasuk kepada orangtua masing-masing. Tak jarang ibu saya diam-diam bertanya tentang suami, barangkali ingin memastikan apakah saya bahagia atau tidak? Jika hal seperti ini terjadi, saya biasanya meminta ibu untuk mengobrol langsung dengan suami, tentang apa saja. “Nanti ibu akan tahu sendiri, kok,” jawab saya sambil tersenyum. Saya tidak mau menggosipkan suami saya di belakang. Banyak keluarga berantakan hanya gara-gara seorang suami menggosipkan istri kepada ibunya sendiri, untuk kemudian menanam rasa curiga dan tidak suka di antara menantu dan mertua—yang kelak menjadi bom waktu yang membawa pada banyak pertengkaran dalam keluarga.
Kedua, men-judge pasangan. Dalam sebuah hubungan, kadang-kadang kita tergoda untuk memberikan penilaian-penilaian kepada pasangan masing-masing. Sebisa mungkin kami menghindari ini. Men-judge pasangan, misalnya menyebut istri nggak nurut, menyebut suami pemalas, atau lainnya, bagi kami adalah sikap yang sombong. Ada relasi AKU-KAMU yang arogan di dalamnya, seolah-olah ingin mengatakan ‘aku benar’ dan ‘kamu salah’. Rumah tangga adalah tentang KAMI. Dalam relasi ‘kami’, kebenaran, kesalahan, kesedihan, dan kebahagiaan tidak pernah hanya milik dan tanggungjawab salah satu pihak saja—tetapi milik dan tanggung jawab bersama. Misalnya, jika suami benar, bukan berarti istri salah… Barangkali sang istri perlu pengetahuan dan pengalaman baru, kan?
Ketiga, pikiran negatif. Saya ingat penjelasan Louis L. Hay tentang bagaimana pikiran begitu memengaruhi kehidupan kita. Jika pagi-pagi kita berpikir “Ini akan jadi hari yang buruk!”, maka hari itu akan jadi hari yang buruk karena kita terus-menerus tidak percaya bahwa akan ada sesuatu yang membahagiakan kita. Bayangkan apa jadinya jika istri terus berpikir “suami saya tidak pengertian” atau “suami saya tidak setia”? Apa jadinya jika suami atau istri sama-sama berpikir bahwa rumah tangganya tidak akan bahagia dan tidak akan berlangsung lama?
Keempat, komplain. Ini memang sulit untuk dihindari, saya pun masih terus belajar. Tapi, sangat penting untuk berusaha tidak komplain pada pasangan. Tentang masakan yang kurang asin, mungkin kita bisa meminta garam daripada komplain tentang masakan istri kita itu, kan? Makanan yang kurang asin tidak akan menyakiti kita, tetapi kata-kata kita tentangnya bisa menyakiti istri kita. Suatu hari suami mengatakan ini kepada saya: “Heran deh sama suami yang suka komplain sama penampilan istrinya. Harusnya sering-sering ajak istrinya ke butik, toko tas, atau toko kosmetik, dong. Simple, kan?”
Kelima, tidak mau mengakui kesalahan dan saling menyalahkan. Menurut saya, ini hal yang paling sulit. Mungkin kita perlu bertanya pada diri masing-masing, jika mengalami kesulitan, kemalangan, atau ketidakberuntungan… Seberapa sering kita memilih mengatakan “ini gara-gara kamu, sih!” daripada “Ini salahku”? Seberapa sering kita menunjuk hidung pasangan kita sambil berkata “harusnya kamu begini” atau “harusnya jangan begitu” daripada “maafkan aku”?
Keenam, berbohong. Sederhana saja: Kita tidak suka dibohongi, maka jangan membohongi orang lain. Dan kita tahu bahwa perselingkuhan, pengkhianatan, juga kebohongan-kebohongan besar lainnya selalu dimulai dari hal-hal paling sepele dan remeh-temeh di keseharian.
Ketujuh, dogmatisme. Saya sering menemukan suami yang seenaknya berlindung di balik ayat bahwa ‘kedudukan laki-laki di atas perempuan’ (ar-rijâlu qawwamûna ‘alan-nisâ) untuk bertindak sewenang-wenang pada istrinya—bahkan bersikap otoriter. Bagi saya, mereka gagal memahami kata ‘qawwam’ yang tidak semata-mata berarti ‘di atas’ tetapi juga bermakna ‘melindungi’, ‘mengayomi’, ‘menyayangi’ dan ‘menjaga’. Tidak jarang juga kita menemukan para suami yang ngotot melakukan poligami karena itu ‘sunnah’ tetapi gagal memahami konteks dan enggan menjalankan sunnah-sunnah Nabi yang lainnya. Para istri juga tidak ketinggalan, sebenarnya. Dengan memanfaatkan hadits ‘sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri kalian’, para istri sering membuat suami terpojok dan menuntut ini-itu tanpa memerhatikan kondisi si suami.
Setiap hari, saya dan suami berlatih untuk menghindari tujuh hal itu. Kadang-kadang kami gagal. Tetapi kami tidak berhenti. Pernikahan adalah komitmen untuk saling menerima kekurangan dan bersama-sama menutupi serta memperbaiki kekurangan-kerungan itu. Pernikahan adalah sekolah kehidupan yang setiap hari memaksa suami dan istri untuk belajar, untuk saling menasihati dalam kebaikan, dan saling menolong dalam kesabaran. Tak salah sekolah ini disebut ‘rumah-tangga’: Semestinya suami dan istri memang sama-sama berumah dalam cinta, bergandengan tangan meniti tangga ke surga kebahagiaan bersama!

KITA SELALU BERHUTANG PADA ANAK-ANAK KITA


Kita selalu berhutang banyak cinta kepada anak-anak. Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah. Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan. Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan. Tetapi seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka... Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya, menghibur kita dengan tawa kecilnya, menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya... Seolah semuanya baik-baik saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya... Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita, meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.
Kita selalu berhutang banyak kebahagiaan untuk anak-anak kita. Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka, tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita. Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka, tetapi sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan... Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.
Kita selalu berhutang banyak waktu tentang anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, dan bermain dengan mereka? Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?
Tentang anak-anak, sesungguhnya merekalah yang selalu lebih dewasa dan bijaksana daripada kita. Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Seburuk apapun kita sebagai orangtua, mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita punya.
Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita... Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi. Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa. Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri. Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang masa depan kita sendiri.
... Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang dan penyesalan, katakan kepada mereka, "Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan... Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Tuhan tak berkenan. Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari sebelumnya... Lebih baik dari sebelumnya."

Fahd Pahdepi

Kamis, 26 Februari 2015

AWET MUDA DENGAN ANTIOKSIDAN

Apa itu antioksidan?
     
Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Secara alami, zat ini sangat besar peranannya pada manusia untuk mencegah penyakit. Antioksidan membantu menghentikan kerusakan sel dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas, sehingga ternetralisir dan tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mencuri elektron dari sel dan DNA.

Secara alami, sebenarnya tubuh kita sendiri telah menghasilkan antioksidan. Salah satu jenis antioksidan alami adalah glutathione. Namun dengan berkurangnya usia, meningkatnya aktivitas dan pengaruh dari lingkungan, produksi antioksidan ini makin berkurang.

Beberapa ciri yang bisa dilihat jika seseorang kekurangan glutathione :
- Kulit yang mulai kusam
- Munculnya kerutan
- Penyakit ringan yang mudah menyerang
- Berkurangnya kemampuan aktivitas tubuh
- Mudah lelah
- Munculnya uban
- dsb

berikut video tentang glutathione :


Jika konsumsi bahan makanan alami sudah cukup, namun kebutuhan glutathione masih belum tercukupi, maka diperlukan sumber glutathione tambahan untuk mengatasi kekurangan di dalam tubuh. Namun banyaknya produk glutathione yang beredar di pasaran, membuat kita bingung mana produk yang bagus mana yang tidak. Bijaklah memilih, pastikan produk yang anda pilih halal dan sudah teruji.

Semoga bermanfaat ^^

KEISTIMEWAAN AIR ALKALI

Apakah anda pernah mendengar tentang air alkali? Saat ini di Indonesia sedang marak penjualan air alkali ini, dikarena banyak pakar kesehatan yang merekomendasikan dan menggunakan air ini sebagai media penyembuhan berbagai macam penyakit. Harganya yang lumayan mahal, membuat kita bertanya, apa sih keistimewaannya?



Air alkali adalah air dengan unsur ion garam yang terkandung dalam elemen logam basa yaitu dengan ph >8. Penelitian pernah membuktikan bahwa sebenarnya tubuh manusia itu cenderung menderita kelebihan asam (acidosis). Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penyakit yang disebabkan karena limbah dari asam lambung yang tidak terbuang keluar dan mengendap dalam sebagian organ tubuh manusia. Inilah yang menyebabkan sel-sel mengalami penurunan fungsi.

Beberapa manfaat mengkonsumsi air alkali :
1. Memperlancar sistem pencernaan dan menyeimbangkan kadar gula darah
2. Mencegah kanker, osteoporosis dan menjaga ginjal dan hati
3. Bermanfaat untuk menjaga kecantikan kulit
4. Menyehatkan jantung dan peredaran darah
5. Melarutkan lemak jenuh dan kolesterol
6. Meningkatkan kebugaran tubuh

Semakin banyaknya produksi air kemasan seperti teh, jus, bahkan air mineral dsb, membuat kita cenderung memilih air tersebut untuk minum. Namun sayangnya, banyak zat-zat adiktif yang ditambahkan, sehingga menimbulkan sakit jika mengkonsumsinya jangka panjang. Bijaklah memilih, karena SAKIT itu MAHAL

MERAWAT KULIT HANYA DENGAN AIR

Merawat kulit hanya dengan air emang bisa?
Bisa dooong...hehe

Tubuh kita sendiri sebenarnya mengandung 70-80% air. Air sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk regenerasi sel-sel tubuh. Jika proses regenerasi sel-sel berjalan baik, otomatis badan akan selalu sehat dan wajah akan tampak lebih muda.

Jika konsumsi air anda telah cukup, tapi kondisi kulit masih tampak kusam bahkan timbul masalah kulit seperti jerawat, flek hitam dsb, itu bisa dikarenakan supply air dan oksigen ke kulit tidak merata. Banyak sekali cara yang ditempuh untuk perawatan kulit ke salon, dengan biaya yang tentu saja tidak sedikit, namun  hasil masih terasa kurang maksimal.

Kebanyakan orang memilih untuk membasuh wajahnya dengan air agar selalu terjaga kelembabannya. Namun ternyata membasuh saja tidak cukup, karena ukuran partikel air yang menyentuh kulit terlalu besar sehingga sulit diserap oleh pori-pori. Akhirnya diciptakanlah alat praktis yang bisa mengubah partikel air menjadi seukuran nano. Alat ini bernama nanospray.



Nanospray merupakan alat yang istimewa, karena partikel air yang diubah mampu menembus ke dalam pori-pori, sehingga kerja sel-sel kulit menjadi maksimal. Sel-sel tersebut akan mengalami detoksifikasi atau proses membuang racun-racun. Dengan pemakaian rutin, proses tersebut akan berjalan lebih cepat.

Beberapa manfaat nanospray :
1. Detoksifikasi
2. Membantu mempercepat penyembuhan luka
3. Meredam rasa sakit misalnya pada jerawat
4. Regenerasi sel
5. Mencegah kerutan
6. Membantu mengurangi selulit dan flek hitam
7. Mensupply oksigen ke dalam pori-pori sehingga kulit terasa lebih lembab dan segar

Semoga bermanfaat yaa